Acknowledgments for the shoot
Acknowledgments for the post-production
Jangan lupa bookmark situs xamux.com ini ya!
"Beruang matahari" dilencongkan di sini.
Beruang madu (Ursus malayanus), juga dikenali sebagai beruang matahari merupakan beruang yang kebanyakannya terdapat di hutan hujan tropika Asia Tenggara; Bangladesh, Myanmar, Thailand, Laos, Kemboja, Vietnam, Selatan China, Semenanjung Malaysia, dan pulau Sumatra dan Borneo.[2] Nama saintifiknya adalah Ursus (sebelum ini Helarctos) malayanus.[3]
Beruang madu adalah sepanjang 120-150 cm (47-60 in), menjadikannya ahli terkecil dalam keluarga (Ursidae) beruang.[4] Beruang jantan cenderung 10-45% lebih besar berbanding beruang betina;[5] jantan biasanya seberat antara 30 dan 70 kg (66-154 lb), dan betina antara 20 dan 40 kg (44-88 lb).[6] Ketinggian bahu adalah sekitar 60-72 cm (24-28 in).[7] Beruang madu memiliki cakar berbentuk sabit yang agak ringan dari segi beratnya. Ia memiliki telapak tangan yang besar dengan tumit kaki licin, kemungkinannya untuk membantu memanjat. Kakinya mengarah ke dalam menjadikan beruang madu berjalan seperti merpati, tetapi merupakan pemanjat yang baik. Ia memiliki telinga bulat, kecil dan hidung yang sasa. Ekornya adalah sepanjang 1.2-2.8 inci (3-7 cm).[5] Sungguhpun bersaiz kecil, beruang madu memiliki lidah yang halus dan amat panjang, antara 8 hingga 10 inci (20-25 cm) panjang. Berung ini menggunakan lidahnya bagi mengeluarkan madu dari sarang lebah.[8]
Tidak seperti beruang lain, bulu beruang madu adalah pendek dan licin. Adaptasi ini kemungkinannya disebabkan cuaca tanah rendah yang didiaminya. Bulu hitam gelap atau perang-hitam menyelitupi keseluruhan badannya, kecuali di dada, di mana terdapat tanda kuning bata pucat dalam bentuk bulan sabit. Bulu dengan warna yang sama juga terdapat di sekeliling muncung dan matanya. Tanda menonjol inilah yang memberikan nama Inggerisnya. Di Sarawak, orang Iban memanggilnya 'jugam'.
Permakanan beruang madu kebanyakannya terdiri daripada invertebra dan buah-buahan tetapi sebagai maserba mereka akan makan sejumlah besar makanan termasuk vertebra kecil, seperti mengkarung, burung, dan penyu, telor, pucuk pokok palma, sarang lebah, beri, pucuk, akar, dan buah kelapa. Malah, beruang madu telah dilihat makan lebih dari 100 spesies serangga dan lebih dari 50 spesies tumbuhan.[9]
Sungguhpun mampu memakan banyak spesies, beruang madu mempunyai sumber makanan kegemaran. Ini dipaparkan dalam satu kajian di mana anai-anai, semut, kumbang dan larva kumbang membentuk sejumlah besar invertebra yang dimakan, sementara buah ara merupakan sumber buah paling penting yang dimakan.[10]
Kegemaran beruang madu terhadap madu memberi namanya. Rahangnya yang berkuasa mampu membuka kelapa. Cakarnya yang berkuasa dan panjang digunakan bagi memecah batang kayu dan balak tumbang bagi mencapai madu, pucuk dan anai-anai. Kebanyakan makanan beruang madu dikesan melalui deria bau kerana penglihatannya yang lemah.
Beruang matahari tidak melakukan hibernasi dan oleh itu, dapat membiak sepanjang tahun. Anak beruang boleh mencapai kematangan seksual selepas 3-4 tahun dan boleh hidup hingga 30 tahun dalam kurungan. Beruang madu betina boleh melahirkan satu atau dua ekor anak beruang setahun. Beruang matahari mengandung selama kira-kira 96 hari lalu melahirkan anak beruang yang buta dan tidak berbulu dengan jisim kira-kira 300 ke 400 gram. Anak beruang pada awalnya bergantung sepenuhnya terhadap ibunya dan penyusuan boleh berlanjutan hingga 18 bulan. Selepas satu hingga tiga bulan, anak beruang boleh berlari, bermain dan berburu di samping ibunya. Beruang matahari jantan lebih banyak membesar berbanding betina. Beruang betina mula mengawan pada tiga tahun. Ketika mengawan, beruang matahari akan melakukan tindakan seperti memeluk, pergaduhan olok-olok dan berlanggar muka bersama pasangannya.
Sebagai makhluk yang umumnya nokturnal, beruang madu cenderung untuk berehat pada waktu siang pada anggota bawah di kawasan sedikit di atas tanah. Oleh kerana beruang madu meluangkan masa yang lama di atas pokok, beruang ini boleh mengakibatkan kerosakan pada harta persendirian, di mana beruang madu diketahui pernah merosakkan pokok kelapa dan koko di kawasan pertanian.
Beruang madu dewasa biasanya hampir tidak mempunyai pemangsa melainkan manusia dengan sifat liar dan giginya.[11] Kadangkala, beruang madu boleh diatasi oleh harimau atau ular sawa batik bersaiz besar. Pemangsa lain termasuklah harimau bintang, harimau dahan dan beruang hitam Asia, beruang berkedudukan sama dengan taburan beruang madu yang lebih besar.[6] Kulit leher beruang yang longgar membenarkan beruang madu untuk menggeliang-geliutkan kepalanya dengan jauh sehingga dapat berpusing dan menggigit penyerang apabila diserang.
Penurunan populasi beruang madu pada masa ini biasanya berlaku akibat pemburuan "beruang pengacau" yang merosakkan tanaman dan juga pemburuan haram untuk bulu dan hempedunya yang digunakan dalam perubatan Cina.
Kadangkala, beruang madu ditangkap atau dijaga sebagai haiwan peliharaan, suatu pilihan yang dikatakan baik untuknya disebabkan oleh sifatnya yang tidak begitu mengganas berbanding spesis beruang yang lain.[12]
Pihak IUCN mengelaskan semula status beruang madu daripada "kekurangan data" kepada "terjejas" pada 2007.[13]
Beruang madu (Helarctos malayanus) adalah spesies beruang terkecil di dunia dan salah satu yang paling sedikit dipelajari. Mereka mendiami hutan tropis Asia Tenggara, mulai dari ujung timur India, Bangladesh, melalui Burma, Laos, Thailand, Kamboja, Vietnam, Malaysia dan pulau-pulau Sumatra dan Kalimantan.
Sepanjang jangkauan mereka, beruang madu sedang terancam oleh perusakan habitat, kebakaran hutan berskala besar, perburuan untuk empedu dan bagian tubuh lain dan perdagangan hewan peliharaan ilegal. Ancaman utama untuk populasi beruang madu liar di Indonesia adalah hilangnya habitat. Hal ini pada gilirannya menimbulkan konflik antara manusia dan beruang sehingga beruang didorong keluar dari habitat alami mereka dan kadang-kadang masuk ke kebun dan memakan tanaman.
Beruang madu telah dilindungi di Indonesia sejak 1973. Ini adalah ilegal untuk diperdagangkan atau memiliki beruang madu dan bagian-bagian tubuhnya. Meskipun perlindungan hukumnya yang cukup bagus di atas kertas, pada hakikatnya penegakan hukum di Indonesia masih lemah dalam pelaksanaannya. Hal ini juga berlaku bagi banyak spesies langka dan terancam punah lainnya seperti orangutan, bekantan, dan macan tutul. Hutan-hutan Dipterocarpaceae dataran rendah Kalimantan sangat kaya akan keanekaragaman hayati. Sayangnya, hutan ini cepat dihancurkan oleh penebangan pohon yang berlebihan, konversi menjadi perkebunan kelapa sawit, dan kebakaran hutan. Tanah longsor, erosi, kekeringan lokal dan banjir, yang meningkat frekuensinya karena eksploitasi yang berlebihan dan perusakan.
Pada tahun 1997, Gabriella Fredriksson memulai penelitian jangka panjangnya pada beruang madu di Hutan Lindung Sungai Wain. Hutan, terletak dengan batas-batas Balikpapan, merupakan rumah bagi sekitar 50-100 beruang madu liar. Penelitian Gabriella dan upaya konservasinya yang menghasilkan publisitas dan perhatian yang terfokus pada beruang madu. Pada tahun 2002, Balikpapan, salah satu kota terbesar di Kalimantan-Indonesia, mengangkat beruang madu sebagai maskot resminya.
We're doing our best to make sure our content is useful, accurate and safe.If by any chance you spot an inappropriate comment while navigating through our website please use this form to let us know, and we'll take care of it shortly.
Beruang mempunyai menu makanan yang bervariasi; ia memakan daun-daunan dan akar tanaman, buah-buahan dan berbagai jenis beri, kacang, telur, serangga, ikan, binatang pengerat, dan sebagainya, dan terutama senang makan madu.
Bears subsist on a varied diet, feeding on leaves and roots of plants, fruits, berries, nuts, eggs, insects, fish, rodents, and the like, and have a special fondness for honey.
Beruang madu (Helarctos malayanus) termasuk familia Ursidae[2] dan merupakan jenis paling kecil dari kedelapan jenis beruang yang ada di dunia.[3] Beruang ini adalah fauna khas provinsi Bengkulu sekaligus dipakai sebagai simbol dari provinsi tersebut.[4] Beruang madu juga merupakan maskot dari kota Balikpapan.[5] Beruang madu di Balikpapan dikonservasi di sebuah hutan lindung bernama Hutan Lindung Sungai Wain.[6]
Panjang tubuhnya 1,40 m, tinggi punggungnya 70 cm dengan berat berkisar 50 – 65 kg.[7] Bulu beruang madu cenderung pendek, berkilau dan pada umumnya hitam, matanya berwarna cokelat atau biru,selain itu hidungnya relatif lebar tetapi tidak terlalu moncong.[3].Jenis bulu beruang madu adalah yang paling pendek dan halus dibandingkan beruang lainnya, berwarna hitam kelam atau hitam kecoklatan, di bawah bulu lehernya terdapat tanda yang unik berwarna oranye yang dipercaya menggambarkan matahari terbit.[8] Berbeda dengan beruang madu dewasa, bayi beruang madu yang baru lahir memiliki bulu yang lebih lembut, tipis dan bersinar.[9] Karena hidupnya di pepohonan maka telapak kaki beruang ini tidak berbulu sehingga ia dapat bergerak dengan kecepatan hingga 48 kilometer per jam dan memiliki tenaga yang sangat kuat.[10] Kepala beruang madu relatif besar sehingga menyerupai anjing yakni memiliki telinga kecil dan berbentuk bundar.[3] Beruang jenis ini memiliki lidah yang sangat panjang dan dapat dipanjangkan sesuai dengan kondisi alam untuk menyarikan madu dari sarang lebah di pepohonan.[8] Selain itu, lidah yang panjangnya dapat melebihi 25 cm itu juga digunakan untuk menangkap serangga kecil di batang pohon.[11] Beruang madu memiliki penciuman yang sangat tajam dan memiliki kuku yang panjang di keempat lengannya yang digunakan untuk mempermudah mencari makanan.[12] Beruang madu lebih sering berjalan dengan empat kaki, dan sangat jarang berjalan dengan dua kaki seperti manusia.[11] Lengan beruang jenis ini cukup lebar dan memiliki kuku melengkung serta berlubang yang memudahkannya memanjat pohon.[13] Kuku tangan yang melengkung digunakan oleh beruang ini untuk menggali rayap, semut dan sarang lebah dan beruang yang sedang mencari madu akan segera menghancurkan kayu yang masih hidup dan segar dan bahkan berusaha untuk menggaruk pohon yang kayunya keras.[14]Rahang beruang madu tidak proporsional karena terlalu besar sehingga tidak dapat memecahkan buah-buah besar seperti kelapa.[15] Gigi beruang ini lebih datar dan merata dibandingkan dengan jenis beruang lain, gigi taringnya cukup panjang sehingga menonjol keluar dari mulut.[16] Ukuran tulang tengkorak kepala beruang madu pada umunya memiliki panjang tengkorak 264,5 mm, panjang condylobasal 241,3 mm, lebar zygomatic 214,6 mm, lebar mastoid 170,2 mm, lebar interorbital 70,5 mm, lebar maxilla 76,2 mm.[17]
Beruang madu hidup di hutan-hutan primer, hutan sekunder dan sering juga di lahan-lahan pertanian, mereka biasanya berada di pohon pada ketinggian 2 - 7 meter dari tanah, dan suka mematahkan cabang-cabang pohon atau membuatnya melengkung untuk membuat sarang.[18] Habitat beruang madu terdapat di daerah hujan tropis Asia Tenggara.[19] Penyebarannya terdapat di pulau Kalimantan, Sumatra, Indocina, Cina Selatan, Burma, serta Semenanjung malaya.[18] Oleh karena itulah jenis ini tidak memerlukan masa hibernasi seperti beruang lain yang tinggal di wilayah empat musim.[20] Beruang madu pada masa lalu diketahui tersebar hampir di seluruh benua Asia, namun sekarang menjadi semakin jarang akibat kehilangan dan fragmentasi habitat.[21]
Beruang madu adalah binatang omnivora yang memakan apa saja di hutan.[2] Mereka memakan aneka buah-buahan dan tanaman hutan hujan tropis, termasuk juga tunas tanaman jenis palem.[3] Mereka juga memakan serangga, madu, burung, dan binatang kecil lainnya.[22] Apabila beruang madu memakan buah, biji ditelan utuh, sehingga tidak rusak, setelah buang air besar, biji yang ada di dalam kotoran mulai tumbuh sehingga beruang madu mempunyai peran yang sangat penting sebagai penyebar tumbuhan buah berbiji besar seperti cempedak, durian, lahung, kerantungan dan banyak jenis lain.[3] [22]
Beruang madu aktif di malam hari atau disebut juga dengan makhluk nokturnal, mereka menghabiskan waktu di tanah dan memanjat pepohonan untuk mencari makanan.Kecuali betina dengan anaknya, beruang madu umumnya bersifat soliter. Mereka tidak berhibernasi sebagaimana spesies beruang lainnya karena sumber pakannya tersedia sepanjang tahun.[23] Dalam satu hari seekor beruang madu berjalan rata-rata 8 km untuk mencari makanannya.Perilaku beruang madu yakni menggali dan membongkar juga bermanfaat untuk mempercepat proses penguraian dan daur ulang yang sangat penting untuk hutan hujan tropis.[3] Beruang madu juga sangat berperan dalam meregenerasi hutan sebagai penyebar biji buah-buahan, dan terkenal sebagai pemanjat pohon yang ulung. Sifatnya pemalu, hidup penyendiri, aktif di siang hari dengan kebutuhan wilayah jelajah yang luas.[24]
Di sebagian wilayah Lampung, beruang ini seringkali merusak gubuk petani dan mencuri jatah makanan seperti minyak goreng. Mereka juga dianggap hama dan ancaman karena sering tidur di atas pohon durian dan mencuri buahnya.
Beruang madu tidak mempunyai musim kawin tetapi perkawinan dilakukan sewaktu-waktu terutama bila beruang madu betina telah siap kawin. Lama mengandung beruang betina adalah 95-96 hari, anak yang dilahirkan biasanya berjumlah dua ekor dan disusui selama 18 bulan.[25] Terkadang, beruang betina hanya terlihat dengan satu bayi dan sangat jarang ditemukan membawa dua bayi setelah masa kehamilannya.[13] Hal ini sangat dimungkinkan karena beruang madu sengaja menunda perkawinan untuk mengupayakan agar bayi terlahir saat induk memiliki berat badan yang cukup, cuaca yang sesuai serta makanan tersedia dalam jumlah yang memadai.[26] Beruang melahirkan di sarang yang berbentuk gua atau lubang pepohonan dimana bayi yang terlahir tanpa bulu dan masih sangat lemah dapat bertahan hidup. Bayi akan tetap tinggal di sarang sampai ia mampu berjalan bersama induknya mencari makanan.[27] Bayi beruang madu di duga hidup bersama induknya hingga berusia dua tahun dan kemudian mulai hidup secara mandiri.[28]
Beruang madu telah dikategorikan sebagai binatang yang mudah diserang dan terancam kelangsungan hidupnya.[29] Hal ini disebabkan oleh pengerusakan habitat yang berlangsung terus-menerus.[26] Ancaman terbesar bagi beruang madu memang semakin hilangnya habitat yang berupa hutan hujan tropis, termasuk diantaranya fragmentasi hutan dan degradasi hutan yang disebabkan oleh perilaku manusia berupa pembalakan hutan secara liar serta penebangan hutan untuk keperluan perkebunan karet, kelapa sawit serta kopi.[30] Ancaman lain bagi beruang madu adalah adanya perburuan, baik dikawasan perlindungan maupun di luar kawasan perlindungan, bagian tubuh beruang madu seperti katung empedu serta cairannya banyak diperdagangkan secara gelap untuk memenuhi permintaan pasar pengobatan tradisional.[31] Selain itu, konflik yang terjadi antara manusia dengan beruang madu terkait dengan perusakan wilayah pertanian juga merupakan ancaman bagi beruang jenis ini.[32] Bencana alam seperti kebakaran hutan turut memengaruhi kelangsungan hidup beruang madu karena berhubungan erat dengan kelestarian habitat serta ketersediaan makanan.[27]
Konservasi beruang madu masih sangat jarang dilakukan.[33] Beruang ini telah terdaftar dalam Appendix I of the Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) sejak tahun 1979 yang menyatakan bahwa mereka tidak boleh diburu oleh siapapun.[34] Penelitian lebih lanjut mengenai beruang madu sedang dilakukan, khususnya tentang dasar-dasar biologis, ekologi, serta perilakunya.[35] Konservasi beruang madu perlu difokuskan pada perlindungan terhadap habitat hutan, manajemen yang baik terhadap bidang perlindungan beruang madu, supremasi hukum yang tegas terkait dengan pelanggaran terhadap perlindungan beruang madu, menghentikan perdagangan anggota tubuh beruang, serta mengurangi konflik antara manusia dan beruang madu di wilayah hutan.[35]
Beruang Madu means Honey Bear in Indonesian, the name given to the Sun Bear which can be found across SE Asia. This short educational film was commissioned by KWPLH (Kawasan Wisata Pendidikan Lingkungan Hidup) based outside of Balikpapan in East Kalimantan. It is now part of its educational exhibition where visitors and school children come to learn about the sun bears. The film was made for the Indonesian audience, it is deliberately didactic and informative.
11 min - 2011 - Indonesian version with English sub-titles